Kamis, 16 Juni 2011

Tagulandan, Sulawesi Utara


Menjadi relawan tanpa gaji adalah hal yang hampir tak terpikirkan dalam benak saya, namun itulah yang terjadi.
Setelah mengikuti pelatihan selama dua bulan mengenai survival, pola hidup sehat, sosial, pengobatan alami, kerohanian, serta latihan fisik dan mental yang cukup berat, maka selama sepuluh bulan saya bersama teman saya Marlen ditempatkan di Pulau Tagulandang, dan tinggal di rumah Ibu Mey Mangerongkonda, penduduk desa Minanga.
Tagulandang adalah salah satu pulau di Kepulauan Sangihe-Talaud, Sulawesi Utara, dapat ditempuh oleh Kapal Laut selama enam sampai delapan jam, atau menggunakan kapal cepat sejenis jetfoil selama dua jam saja.  Pulau ini terkenal di wilayah Sulawesi Utara sebagai penghasil salak yang rasanya manis.

Gambar-Pemandangan Pantai di Pulau Tagulandang












Tempat tinggal kami hanya berjarak 100 meter dari garis pantai, membuat saya hamper setiap hari berenang.  Desa Minanga terletak di sebuah teluk yang menjadikan laut di sana bagai sebuah telaga yang teduh tanpa ombak, kecuali pada bulan November-Desember memiliki sedikit riak.

Di desa ini saya belajar banyak hal, seperti mendayung perahu, berenang di lautan, snorkeling, membuat minyak goreng, bercerita kepada anak-anak, membakar ikan, dan sebagainya.
Selain aktivitas kami sehari-hari dalam menjalin persahabatan, sosial, dan kerohanian, saya juga merasa seperti berada dalam masa liburan panjang yang indah. 
Walaupun kami hanya diberi sekedar tunjangan uang makan namun karena keramah-tamahan para penduduk yang suka memberi maka kamipun tidak pernah merasa kekurangan apalagi kelaparan.  2009.

TUHAN memelihara orang-orang sederhana; aku sudah lemah, tetapi diselamatkan-Nya aku. Mazmur 116:6

Tidak ada komentar:

Posting Komentar